Sabtu, 14 Maret 2015

Kista Dentigerus

Kista Dentigerus
1.      Definisi
Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila cairan menumpuk di dalam lapisan-lapisan epitel email yang tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini merupakan jenis kista terbanyak setelah kista radikuler. Tumbuh paling sering di regio posterior mandibula atau maksila dan umumnya berkaitan dengan gigi molar ketiga. Predileksi tumbuh tersering kedua adalah di regio kaninus yang dikaitkan dengan gigi kaninus impaksi. Kista jenis ini dapat ditemukan pada semua jenis usia dengan predileksi terbesar pada usia 20 tahun. Kista dapat tumbuh dalam ukuran besar dengan diameter mencapai 10-15 cm.Kurt H Thoma (1969) mengatakan bahwa kista dentigerous adalah suatu kantong yang dibungkus oleh epitelium yang terjadi dari enamel organ yang berhubungan dengan mahkota gigi yang tidak erupsi. Mervyn Shear (1992) mendefinisikan kista dentigerous sebagai kista yang menutupi gigi yang belum erupsi dengan perluasan folikelnya dan menyerang hingga keleher gigi. Menurut Gordon W Pedersen (1996), kista dentigerous adalah pembesaran ruangan folikular di sekitar gigi yang belum erupsi.

2.      Prevalensi
Kista dentigerous merupakan kista odontogenik perkembangan yang mengelilingi
mahkota gigi yang tidak erupsi, terjadi akibat akumulasi cairan antara epitel email tereduksi,paling sering terjadi pada molar tiga mandibula. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar prevalensi kista dentigerous pada pasien akibat impaksi gigi molar tiga bawah yang berkunjung ke bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis pasien selama periode Juli 2006 รข€“ Juni 2011. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 316 (0,78%) kasus kista oromaksilofasial pada periode tersebut. Kista dentigerous merupakan jenis kista odontogenik terbanyak yang ditemukan yaitu sebesar 48,64%. Kista dentigerous paling banyak disebabkan oleh impaksi gigi molar tiga bawah yaitu sebesar 13,89%. Penderita kista dentigerous akibat impaksi gigi molar tiga bawah pada laki-laki sama jumlahnya dengan perempuan yaitu masing-masing sebesar 50%. Kelompok umur yang paling banyak menderita kista dentigerous akibat impaksi gigi molar tiga bawah adalah kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebesar 40%. Terapi yang paling sering dilakukan adalah enukleasi sebanyak 100%.   Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kista dentigerous paling banyak disebabkan impaksi gigi molar tiga bawah, dengan frekuensi pada laki-laki sama dengan perempuan, paling banyak diderita oleh kelompok umur 41-50 tahun, dan terapi yang paling banyak dilakukan adalah enukleasi.

3.      Patofisiologi
Sisa-sisa epitel atau glands of serres yang tersisa setelah terputusnya dental lamina. Ini merupakan penyebab keratosis odontogenik. Juga dapat menjadi penyebab beberapa kista odontogenik developmental lainnya, seperti kista gingival dan kista lateral periodontal.
Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan mennutupi gigi impaksi yang sudah terbentuk sempurna.Kista dentigerous , kista erupsi, dan kista paradental inflamatorry berasal dari jaringan ini.
Sisa-sisa malasses yang terbentuk melalui fragmentasi dari ephithelial root sheath of hertwig. Seluruh kista radikuler berasal dari sisa jaringan ini.

4.      Etiologi
Kista dentigerous merupakan kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi dan melekat pada cemento-enamel junction gigi yang tidak erupsi (Cawson, 2002). Secara kasat mata, bentuk kista dentigerous dapat dilihat pada grossspecimen. Kista dentigerous juga disebut sebagai kista folikular sebab merupakan hasil pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara reduced enamel epithelium dan enamel gigi (Regezi, 2003).

5.      Pemeriksaan Penunjang
a.      Radiografi
A.1 Kista dentigerous sentral
Kista mengelilingi mahkota secara asimetris, menggerakkan gigi kearah yang berlawanan dengan erupsi normal (Cawson, 1991).

A.2 Kista dentigerous lateral
Pada tipe lateral, kista berkembang pada sisi mesial dan distal dari gigi dan meluas jauh dari gigi, hanya menutupi sebagian mahkota gigi, menyebabkan miringnya gigi kearah yang tidak diliputi kista (Cawson, 1991).
A.3 Kista dentigerous sirkumferensial
Pada tipe sirkumferensial, seluruh organ enamel di sekitar servikal gigi menjadi kistik, sering menyebabkan gigi bererupsi menembus kista sehingga menghasilkan gambaran seperti radkular (Cawson, 1991).
Kista dentigerous biasanya memiliki korteks yang berbatas jelas dengan outline berbentuk kurca atau sirkuler. Jika terjadi inflamasi korteksya hilang.Lesi berbentuk unilokular, namun efek multilokular dapat dihasilkan  dari ridge dinding tulang. Kista dentigerous biasanya soliter, bila terlihat multiple disertai sindrom nevoid basal sel karsinoma (Cawson, 1991).
b.      Histopatologi
Fibrosa jaringan pendukung pada kista ini biasanya menunjukan adanya epitel Squamos yang strafikasi. Pada kista dentigerous yang tidak terinflamasi memiliki epitel lining yang tidak berkeratin dan memiliki sel layers sebanyak empat hingga enam ketebalannya. Kemudian, mungkin ditemukan sel mukosa, sel siliasi, dan terkadang sel sebaceous pada epitelium lining. Epitelium ini – perlekatan jaringan konektiv biasanya berbentuk datar, walaupun pada kasus dengan second inflamasi, nampak adanya bercak – bercak.
Description: 11f07b.jpg
Description: kista-odontogenik.jpg

6.      Gejala Klinis
Gejala kista dentigerous tidak terlihat bila masih tahap awal. Kista dentigerous yang belum mengalami komplikasi seperti kista lainnya tidak akan menyebabkan gejala sampai pembesarannya nyata terlihat. Meskipun gejala biasa tidak ada, dengan terlambatnya erupsi gigi semakin besar pula indikasi terjadinya kista dentigerous. Kista dentigerous dapat dideteksi melalui pemeriksaan radiografis atau pada saat dilakukan pemeriksaan gigi yang tidak erupsi. Infeksi dapat menyebabkan gejala umum seperti bengkak yang membesar dan rasa sakit (Sudiono, 2011).
Kista dentigerous biasanya terdeteksi pada anak-anak, remaja atau dewasa, walaupun terkadang dapat ditemukan pada orang yang lebih tua. Jenis kista dentigerous yang berhubungan dengan erupsi gigi sulung dan tetap pada anak dinamakan kista erupsi atau kista hematoma. Secara klinis, lesi tampak sebagai pembengkakan linger alveolar diatas tempat gigi yang sedang erupsi. Saat rongga  kista sirkumkoronal berisi darah, pembengkakan tampak ungu atau sangat biru sehingga dinamakan erupsi hematoma (Sudiono, 2011).
Kista dentigerous umumnya berkaitan dengan gigi molar tiga dan caninus maksilaris, yang mana paling banyak diakibatkan karena gigi yang impaksi. Insidensi tertinggi dari kista dentigerous adalah saat usia 20-30 tahun. Gejalanya yaitu terlambatnya erupsi gigi menjadi indikasi utama pembentukan kista dentigerous. Kista ini mampu berkembang hingga ukuran yang besar, kadang-kadang disertai dengan ekspansi tulang kortikal. Kista dengan ukuran yang besar juga dapat disertai dengan pembengkakan intraoral, ekstra oral maupun keduanya. Dengan ukuran ini juga dapat menyebabkan wajah yang menjadi asimetris, pergeseran gigi. Kista dapat berkembang menjadi infeksi sekunder yang mana bermanifestasi menyebabkan nyeri pada sekitar kista. Saat tidak ada infeksi, secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas tegas. Kista yang infeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitive bila disentuh. Semua tanda infeksi akut dapat terlihat ketika terjadi infeksi (Yuli fitriana, 2014).

7.      Diagnosa Banding
Diagnosis banding radiolusensi perikoronal kista dentigerous meliputi odontogenik keratosis, ameloblastoma, dan tumor odontogenik. Transformasi ameloblastik dari dentigerous cyst lining juga bisa menjadi diagnose banding. Tumor odontogenik adenomatoid bisa menjadi pertimbangan apabila ada radiolusensi perikoronal anterior, dan fibroma ameloblastik apabila ada lesi yang terjadi di rahang posterior pasien usia muda.

8.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari kista dentigerous di antaranya:
a. Kista yang terjadi pada rahang atas dapat menyumbat dan merubah posisi  maxillary antrum dan rongga hidung, terutama kista yang berukuran besar.
b. Kista yang terjadi pada rahang bawah dapat menyebabkan parestesi dan dapat terjadi perubahan displastik.

9.      Prognosis
Prognosis dari kista dentigerous ialah baik dan jarang terjadi rekurensi apabila kista diambil sempurna (Motamedi dan Talesh, 2005).

10.  Penatalaksanaan
Kista dentigerous biasanya mudah diangkat dengan cara enukleasi, dimana pada gigi yang berhubungan juga dilakukan ekstraksi. Enukleasi dari kista tersebut juga dapat dilanjutkan dengan perawatan ortodontik untuk menahan gigi yang bersangkutan (misalnya kaninus maksila).
Untuk kista yang lebih besar harus dilakukan marsupialisasi, karena apabila dilakukan enukleasi dan ekstraksi  akan menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah pada gigi serta struktur anatomi disekitar. Seperti sinus maksilaris, rongga nasal ataupun rongga orbita.
Pada kasus dimana kista hampir memenuhi sebagian besar mandibula, tindakan awalm dilakukan ialah exteriorization atau marsupialisasi kista sehingga terjadi dekompresi dan penyusutan pada lesi, dengan demikian akan mengurangi daerah pembedahan pada nantinya. Untuk mendapatkan akses ke kista, dilakukan dengan cara membuat flap mukoperiosteal yang cukup (Carrera, 2013).


adenomatoid odontogenik tumor

Menurut WHO, AOT didefinisikan sebagai tumor dari odontogenic epithelium dengan struktur menyerupai duktus disertai berbagai tingkat perubahan jaringan ikat sekitarnya.
 AOT ditandai dengan pembentukan ductlike atau seperti struktur mawar dengan komponen epitel, jinak, hamartomatous, non-invasif, dan memiliki tingkat kekambuhan rendah. Disamping itu, Tumor adenomatoid odontogen tertanam dalam stroma jaringan ikat matang dan ditandai dengan pertumbuhan yang lambat.
AOT umumnya intraosseous, tetapi juga dapat terjadi di lokasi perifer. Munculnya tumor adenomatoid dapat menyebabkan ekspansi dari tulang yang mengelilinginya serta kesalahan letak gigi, proses perkembangan tumor yang cenderung lambat dan tanpa rasa sakit membuat penderita dapat mentoleransi pembengkakan selama bertahun-tahun hingga menghasilkan perubahan bentuk wajah yang dapat mengganggu penampilan.Tumor ini biasanya berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi, sebagian besar merupakan gigi kaninus atau insisif ke dua.
1.      Insidensi
AOT umumnya ditemukan pada wanita muda. AOT adalah 3-7% dari semua tumor odontogenik dan frekuensi relatif 2,2-7,1%. Dari 74% kasus yang dilaporkan tumor ini berkaitan dengan gigi impaksi. Tumornya kadang-kadang disebut sebagai tumor dua pertiga karena 2/3 kasusnya terjadi pada rahang atas, sekitar 2/3 korbannya adalah wanita muda, 2/3 kasusnya menyerang gigi, 2/3 gigi yang terkena adalah gigi taring.
AOT dihadapi sebagian besar pada pasien muda, terutama dalam dekade kedua kehidupan, dan jarang pada pasien yang lebih tua dari usia 30 tahun. Perempuan dipengaruhi oleh AOT lebih sering daripada laki-laki, dengan laki-laki: rasio laki-laki 1,9:1. Perempuan bahkan lebih ditandai dalam populasi Asia, di negara Asia perbandingannya mungkin mencapai 1:3,2.Insiden tertinggi wanita sedang diamati di Sri Lanka (3.2:1) dan Jepang (3:1).Rahang atas lebih sering terjadi hampir dua kali lebih sering daripada di mandibula, dan bagian anterior rahang lebih sering terlibat daripada bagian posterior. Unerupted maxillary canine adalah gigi yang paling sering dikaitkan dengan AOT.
2.      Etiopatogenesis
Tumor adenomatoid odontogenik berasal dari  epitel enamel organ. AOT biasanya padat , tapi kadang-kadang fibrosis. Karena neoplastik dan lesi hamartomatous dapat terjadi pada setiap tahap odontogenesis, tumor odontogenik dengan gabungan fitur epitel dan mesenchymal komponen mungkin timbul dalam kista odontogenik. Pembentukan AOT terjadi sebelum perubahan cystic, maka AOT akan mengisi ruang folikel dan hadir sebagai tumor padat. Kadang-kadang AOT mengembangkan sebagai pertumbuhan mural dikista dentigerous. Terjadi dalam area rahang dan sering ditemukan di dekat dengan gigi yang dalam proses erupsi, memiliki fitur sitologi yang mirip dengan berbagai komponen enamel organ, lamina gigi, dan sisa-sisanya. AOT menjadi hamartoma menunjukkan ukuran yang terbatas pada sebagian besar kasus dan kurang kambuh. AOT yang telah terdeteksi dan diobati selama bertahun-tahun, mengakibatkan asimetri wajah dan distorsi. Secara histologis, jaringan lesi menunjukkan lebih besar dari penataan normal odontogenic daripada yang diharapkan pada anomaly perkembangan.

3.      Klasifikasi
1.            Intraosseously
Intraosseous AOT radiographically:
                                                              i.      folikular (atau pericoronal), lesi central dalam tulang yang berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi. Dijumpai pada 70% kasus. Pada radiografi nampak radiolusen unilokuler dosekeliling mahkota gigi dan sering merupakan bagian akar dari gigi yang tidak erupsi.
                                                            ii.      extrafollicular (atau extracoronal), lesi di dalam tulang tapi tidak berkaitan dengan gigi impaksi (pada 25% kasus).
                                                          iii.      tipe perifer, bentuk yang paling jarang, tumbuh pada jaringan gingiva.
2.            Extraosseously
Perifer atau gingiva jenis AOT jarang terdeteksi radiographically, tapi mungkin ada sedikit erosi tulang alveolar mendasari cortex.

4.      Gejala klinis
·         Keluhan adanya pembengkakan pada regio kanan wajah
·         susah bernafas
·         Tidak ada rasa nyeri yang berhubungan dengan pembengkakan.

5.      Gambaran Klinis
a.       Ekstraoral
·         Terdapat pembengkakan pada maxila sampai ke hidung di bawah batas infraorbital
·         Asimetri wajah.
·         Bentuk ireguler dan ukuran kira-kira 2x3 cm memanjang superior sampai batas infraorbital, lateral ke tulang zigomatikus, dan inferior ke nasolabial fold.
·         palpasi, pembengkakan memiliki konsistensi padat kenyal dan tidak bisa digerakkan.
·         Permukaan halus dan batas jelas
b.      Intra Oral
·         Pembengkakan tampak pada verstibulum bukal
·         Pembengkakan kecil yang halus dengan tepi yang jelas pada wilayah rahang
·         Pembengkakan berbentuk oval dengan ukuran kira-kira 2x1,5 cm
·         Disertai dengan kondisi gigi caninus kanan atas yang impaksi
·         Nyeri ringan bila ditekan
c.       Radiografi
·         Terdapat gambaran radiolusen dengan fokus radiopak berlokasi superior dekat dengan margin bawah dari orbit berhubungan dengan gigi impaksi memanjang melebihi CEJ
·         Menyebabkan resorpsi akar
Radiolusen unilocular pada rahang dengan ekspansi dan penipisan semua dinding tulang
a.       Histopatologi
                                                  i.      Makroskopik
·         Tumor berwarna coklat dengan ukuran kira-kira 5x3 cm dan diambil bersama gigi kaninus yang impaksi
·         Gigi yang berhubungan dengan lesi dan menunjukkan resorpsi akar juga diekstraksi
·         Tampak pada daerah padat yang dilapisi epitel didapatkan beberapa struktur duktus yang dibatasi oleh sel kuboid atau sel kolumnar tinggi.
                                                ii.      Mikroskopik
Secara mikroskopik AOT biasanya dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat yang berkembang dengan baik. Bentuknya bisa padat, atau ruang kistik tunggal yang besar, atau ruang kistik kecil yang banyak. Selain itu ditemukan pula benda amorf, eosinophilik, uncalcified, yang disebut “tumor droplets”.
Tumor ini terdiri dari sel-sel epitel  berbentuk spindle , polygonalatau membentuk lembaran dan melingkar dalam stroma jaringan ikat. Lesi tumor tersusun dari jaringan seluler yang terdiri dari banyak sel kuboidal dan kolumnar yang tersusun dalam bentukan seperti lingkaran, ductus, seperti cincin, dan pola seperti pita.  Antara sel-sel epitel serta di pusat struktur roseta adalah material eosinophilia amorf. Struktur saluran dilapisi oleh satu baris sel epitel kolumnar, inti yang terpolarisasi jauh dari lumen pusat. Lumen mungkin kosong atau berisi materi eosinofilik amorf. Pengapuran distrofi dalam jumlah yang bervariasi dan dalam berbagai bentuk biasanya ditemui di AOT, dalam struktur seperti lumen, tersebar di antara massa epitel, atau dalam stroma.
Dalam beberapa duktus, pita material eosinofilik membatasi lapisan sel tunggal pada sisi luminal. Beberapa area menunjukkan sel tersusun dalam lapisan multipel.

Diantara tiap lapisan, pita eosinofilik  memberikan tipe rossette pada tumor. Area sel ini tersusun dalam pola padat. Material eosinofilik  tersebar melalui bagian-bagian dengan area kecil  kalsifikasi.
  1. Diagnosis banding
    1. kista dentigerous
    2. Pengapuran kista odontogenik
    3. Pengapuran tumor odontogenik
    4. Uni ameloblastoma kistik
    5. Kista kerato odontogenik

  1. Prognosis
Prognosis baik, tingkat kambuhnya tumor adenomatoit sangat rendah (0,2%).



  1. Penatalaksanaan
Tumor odontogenik adenomatoid dilakukan setelah FNAC atau Fine needle aspiration cytologi yang dilakukan dengan pasien dibawah anastesi general. Perlu untuk melaksanakan operasi agresif dan luas. AOT jinak, lesi dikemas, dan enukleasi bedah konservatif atau kuretase adalah pengobatan pilihan. Diagnosis histologis akurat adalah wajib untuk menghindari operasi mutilasi yang tidak perlu.
Enukleasi lesi dilakukan dengan anastesi lokal untuk benar-benar membasmi lesi kistik dengan terlibat berdampak kaninus kiri atas. Enukleasi bedah konservatif adalah modalitas pengobatan pilihan. Untuk cacat intrabony periodontal disebabkan oleh AOT dipandu regenerasi jaringan dengan teknik membrane yang disarankan setelah penghapusan lengkap tumor. Enukleasi kista dilakukan dengan anestesi lokal bersama dengan penghapusan caninus yang terimpaksi, supernumerary, dan gigi premolar pertama. Isinya berupa cairan kekuningan coklat. Setelah 4 minggu, perawatan saluran akar dilakukan pada premolar kedua kiri dan molar pertama. Sebuah prostesis tetap diberikan dan tidak kambuh diamati selama 6 bulan ke depan.
Di bawah anastesi endotrakeal, pada bibir di lakukan mukoperiosteal flap, membentang dari kanan ke kiri  daerah premolar, diperbesar. Pada bukal plate dibagian anterior mandibula terlihat menjadi sangat tipis dan dibeberapa daerah telah terkikis. Massa tumor ditemukan menempati  daerah seluruh dagu (fig 4) dan enukleat bersama dengan tidak tumbuhnya kaninus kiri bawah (fig 5), lingual plate ditemukan perforasi menjadi satu.Tidak ada gigi anterior yang melekat pada tumor dan oleh karena itu di biarkan tetap pada posisi klinis semula hingga paska oprasi.Specimen, termasuk gigi kaninus diteliti secara histology.Hasil cacat tulang dibiarkan agar diisi dengan darah pasien sendiri. Red-vac dibersihkan sebelum bukal flap dijahit kembali ke posisi semula. Pemulihan paska oprasi lancer dan penyembuhan dari operasi kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA
Garg D, dkk. 2009. Adenomatoid Odontogenic Tumor – Hamartoma Or True Neoplasm: A Case Report. Journal of Oral Science, Vol. 51, No. 1, 155-159, 2009. Available from http://jos.dent.nihon-u.ac.jp/journal/1/155.pdf
Gomez RS, dkk. 2013. Adenomatoid odontogenic tumor associated with odontoma: a case report and critical review of the literature. Head Face Med. 2013 Aug 9;9:20. doi: 10.1186/1746-160X-9-20. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23938090
Haidar, Zohair. 1997. Adenomatoid Odontogenic Tumor, Case Report. The Saudi Dental Journal, Volume 9 Number 3, September-December 1997. Available from http://repository.ksu.edu.sa/jspui/bitstream/123456789/7860/1/Adenomatoid%20odontogenic%20tumor%3A%20case%20report.pdf
Katpar S, dkk. 2010. Maxillary Adenomatoid Odontogenic Tumour. An Uncommon Oral Pathology, Reported Locally. JLUMHS Vol: 09 No. 03. Available from http://beta.lumhs.edu.pk/jlumhs/Vol09No03/pdfs/v9n3cr01.pdf
Kelgandre DC, dkk. 2014. An Unusual Presentation of Extra‑Follicular Variant of Adenomatoid Odontogenic Tumor: A Rare Case Report. Journal of Dental Research and Scientific Development Vol 1 Issue 2. Available from http://www.iadrsd.org/wp-content/journal/JDRSD_10_14R3.pdf
Philipsen HP and Nikai H. 2005.Adenomatoid Odontogenic Tumor. In: Pathology and Genetics of Head And Neck Tumors. Barnes L, Eveson JW, Reichart P, Sidransky Deds, IARC Press, Lyon, 304-305
Saluja H, dkk. 2013. A Rare Occurrence of Adenomatoid Odontogenic Tumor Arising From Cystic Lining In The Mandible: Review With A Case Report. Journal of Orofacial Sciences Volume 5 Issue 1 Page 50-53 Year 2013. Available from http://www.jofs.in/article.asp?issn=0975-8844;year=2013;volume=5;issue=1;spage=50;epage=53;aulast=Saluja
Shreedhar B, dkk. 20012. A Huge Adenomatoid Odontogenic Tumor of Maxilla. Case Reports in Medicine Volume 2012. Available from http://www.hindawi.com/journals/crim/2012/317341/
Vasudevan, dkk. 2012. Adenomatoid odontogenic tumor, an uncommon tumor. Contemp Clin Dent. 2012 Apr - Jun; 3 (2): 245 – 247. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3425119/